PEMENTASAN TARI TOPENG
Tari
topeng Cirebon adalah salah satu tarian di wilayah kesultanan Cirebon. Tari
Topeng Cirebon, kesenian ini merupakan kesenian asli daerah Cirebon, termasuk
Subang, Indramayu, Jatibarang, Majalengka, Losari, dan Brebes. Disebut tari
topeng karena penarinya menggunakan topeng di saat menari. Pada pementasan tari
Topeng Cirebon, penarinya disebut sebagai dalang, dikarenakan mereka memainkan
karakter topeng-topeng tersebut.
Tari
topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya dan mengalami perkembangan dalam hal
gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan
oleh satu penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang.
Pementasan
tari topeng
Thomas
Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java mendeskripsikan bahwa
kesenian topeng Cirebon merupakan penjabaran dari cerita Panji dimana dalam
satu kelompok kesenian topeng terdiri dari dalang (yang menarasikan kisahnya)
dan enam orang pemuda yang mementaskannya diiringi oleh empat orang musisi
gamelan.
Tari
Topeng Cirebon pada zaman dahulu biasanya dipentaskan menggunakan tempat
pagelaran yang terbuka berbentuk setengah lingkaran, misalnya di halaman rumah,
obor sebagai penerangannya, tetapi dengan berkembangnya zaman dan teknologi,
tari Topeng Cirebon pada masa modern juga dipertunjukan di dalam gedung dengan
lampu listrik sebagai tata cahayanya.
Tujuan
diselenggarakan suatu pagelaran tari Topeng Cirebon secara garis besar dibagi
kedalam tiga tujuan utama yaitu ;
Pagelaran
komunal, merupakan acara pagelaran yang dilaksanakan untuk kepentingan bersama
masyarakat, sehingga hampir seluruh masyarakat ditempat tersebut berpartisipasi
dalam pagelaran ini, acara yang dipertunjukan pun sangat spektakuler dengan
adanya arak-arakan dalang, atraksi seni dan sebagainya serta digelar lebih dari
satu malam, contoh dari pagelaran komunal diantaranya adalah hajatan desa,
ngarot kasinoman (acara kepemudaan), ngunjungan (ziarah kubur)
Pagelaran
individual, merupakan acara pagelaran yang dilaksanakan untuk memeriahkan
hajatan perorangan, contohnya adalah pernikahan, khitanan atau khaulan (bahasa
Indonesia: melaksanakan nazar atau janji)
Pagelaran
bebarangan, merupakan acara pagelaran keliling kampung yang inisiatifnya datang
dari dalang topeng itu sendiri, bebarangan biasanya dilakukan oleh dalang
topeng ke wilayah-wilayah desa yang sudah panen, wilayah desa yang ramai atau
datang ke berkeliling di kota dikarenakan desanya belum panen, sedang mengalami
kekeringan atau sedang sepi penduduknya.
Struktur
pagelaran dalam tari Topeng Cirebon bergantung pada kemampuan rombogan,
fasilitas gong yang tersedia, jenis penyajian topeng dan lakon (bahasa
Indonesia: cerita) yang dibawakannya. Secara umum, struktur pertunjukan tari
Topeng Cirebon dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:
Topeng
alit, memiliki struktur yang minimalis baik dari segi dalang, peralatan, kru
dan sajiannya. Jumlah rata-rata kru dalam struktur pagelaran topeng alit
biasanya hanya terdiri dari lima sampai tujuh orang yang kesemuanya bersifat
multi peran, dalam artian tidak hanya seorang dalang Topeng saja yang
membawakan babak topeng, tetapi para wiyaganya juga ikut membantu dengan
memberikan guyonan-guyonan ringan. Dialog dalam topeng alit dilakukan secara
spontan berdasarkan situasi yang ada.
Topeng
gede, memiliki struktur yang lebih besar dan baku jika dibandingkan dari
penyajian topeng alit. Hal tersebut dikarenakan topeng gede merupakan bentuk
penyempurnaan dari topeng alit, struktur topeng besar diantaranya, adanya musik
pengiring yang lengkap, adanya lima babak tarian yang berurutan seperti panji,
samba, rumyang, tumenggung dan klana, adanya lakonan serta jantuk yang
diberikan pada akhir pagelaran topeng gede.
Salah
satu jenis lainnya dari tari topeng ini adalah tari topeng kelana kencana wungu
merupakan rangkaian tari topeng gaya Parahyangan yang menceritakan ratu Kencana
wungu yang dikejar-kejar oleh prabu Minakjingga yang tergila-tergila padanya.
Pada dasarnya masing-masing topeng yang mewakili masing-masing karakter
menggambarkan perwatakan manusia. Kencana Wungu, dengan topeng warna biru,
mewakili karakter yang lincah namun anggun. Minakjingga (disebut juga kelana),
dengan topeng warna merah mewakili karakter yang berangasan, tempramental dan
tidak sabaran.
Pada
tari Topeng Cirebon terdapat beberapa gaya tarian yang secara yang telah diakui
secara adat, gaya-gaya ini berasal dari desa-desa asli tempat di mana tari
Topeng Cirebon lahir dan juga dari desa lainnya yang menciptakan gaya baru yang
secara adat telah diakui lepas dari gaya lainnya. Endo Suanda seorang peneliti
tari Cirebon melihat perbedaan gaya tari Topeng Cirebon antar daerah tersebut
dikarenakan adanya penyesuaian selera penonton dengan nilai estetika gerak
tarian di atas panggung, berikut beberapa gaya tari Topeng Cirebon:
Tari
Topeng Cirebon gaya Beber
Dalang
Sendi Setiyawan sedang menggayakan tari Topeng Cirebon gaya Beber dengan
pakaian klasik dalang tari Topeng Cirebon yang dipinjam dari ISBI Bandung oleh
Ki dalang Panji Surono Tari Topeng Cirebon gaya Beber adalah salah satu gaya
tari Topeng Cirebon yang lahir di desa Beber, kecamatan Ligung, kabupaten
Majalengka, Jawa Barat. Sejak abad ke 17, awalnya tari Topeng yang ada di desa
Beber dibawa oleh seorang seniman dari Gegesik, Cirebon yang bernama Setian,
tetapi menurut para ahli Dalang Topeng Cirebon gaya Beber seperti mimi Yayah
dan Ki Dalang Kardama yang pertama kali membawa tarian Topeng ke desa Beber dan
menjadi tari Topeng Cirebon gaya Beber adalah mimi Sonten dan Surawarcita yang
masih berasal dari Gegesik sejak itu menurunkan beberapa generasi para seniman.
Babak
tarian
Pembagian
babak pada tari topeng Cirebon gaya Beber menurut Ki Andet Suanda dilakukan
dengan berdasar para interpretasi tentang sifat dan kesadaran manusia.
-
Topeng Panji, merupakan sebuah
penggambaran dari sebuah jiwa yang halus
-
Topeng Samba, merupakan sebuah
penggambaran dari sebuah jiwa yang sedang tumbuh
-
Topeng Temenggung, merupakan sebuah
penggambaran dari sebuah jiwa yang sudah dewasa
-
Topeng Jinggananom + Temenggung,
merupakan sebuah penggambaran dari pertarungan antara jiwa yang memiliki nafsu
baik dan nafsu jahat
-
Topeng Klana, merupakan sebuah
penggambaran dari jiwa manusia yang penuh dengan hawa nafsu dan emosi
-
Topeng Rumyang, merupakan sebuah
penggambaran dari jiwa manusia yang sudah melepaskan nafsu duniawinya dan menjadi
manusia yang harum.
Rumyang pada tari Topeng Cirebon gaya Beber
dipentaskan di akhir pagelaran, menurut Ki Pandi Surono (budayawan Cirebon
sekaligus maestro tari Topeng Cirebon gaya Beber) pada masa lalu pagelaran tari
Topeng Cirebon terutama gaya Beber dilakukan pada malam hari dan babak Rumyang
dipentaskan mendekati terbitnya matahari saat sinar matahari terlihat
samar-samar (bahasa Cirebon: ramyang-ramyang) dari kata ramyang inilah kemudian
babak ini dinamakan, keterangan lebih lanjut tentang filosofi babak rumyang
yang dipentaskan diahkhir setelah babak Topeng Klana yang merupakan proyeksi
dari jiwa yang penuh nafsu dan emosi dijelaskan oleh Ki Waryo (budayawan
Cirebon sekaligus dalang Wayang Kulit Cirebon gaya Kidulan (Palimanan) dan
seorang ahli pembuat Topeng Cirebon) putera dari Ki Empek. Ki Waryo menjelaskan
bahwa filosofi dari Rumyang terkait dengan sebuah proyeksi jiwa manusia yang
sudah meninggalkan nafsu duniawinya dan menjadi manusia yang utuh (manusia
harum) karena sudah tidak terbelenggu lagi dengan nafsu duniawi. Rumyang
diartikan kedalam dua buah kata yaitu arum (bahasa Indonesia: harum) dan yang
(bahasa Indonesia: manusia / orang) sehingga Rumyang diartikan secara harafiah
menjadi manusia yang harum
Dalang
tari Topeng Cirebon gaya Beber
Para
dalang tari Topeng Cirebon yang terkenal jamannya di antaranya Andet Suanda,
Ening Tasminah, H. Warniti yang kesemuanya telah almarhum, Generasi berikutnya
yaitu Rohati (anak tunggal dari Ening Tasminah), Iyat (telah almarhum), Iis,
Nengsih, juga para buyut, cucu serta pewarisnya yaitu Yayah, istri dari Ki
dalang Suhadi di desa Randegan (sekarang telah mekar menjadi desa Randegan
Kulon dan desa Randegan Wetan, kecamatan Jatitujuh, kabupaten Majalengka ), Een
di Beber dan Ki Pandi Surono (anak dari dalang Rohati dan cucu dari dalang
Ening Tasminah) yang membina Sanggar Anggraeni.
1 Komentar
Wow amazinggggg
BalasHapus