Periodisasi
Sejarah Seni Tari Indonesia
1.
Seni Tari Zaman Pra-Hindu
Karya tari pada masa ini lebih
difungsikan untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat magis dan sakral. Tari
menjadi ekspresi yang sering dihubungkan dengan kekuatan diluar diri manusia.
Seni tari pra-Hindu mendapatkan tempat sesuai dengan tingkat kepercayaan sejak
manusia hidup berkelompok.
Dalam hal ini, tarian dianggap
sebagai bagian dari daur ulang kehidupan. Atau bisa dikatakan masih melanjutkan
tata kehidupan budaya pra-sejarah. Ciri-ciri tarian pada zaman ini, diantaranya
menyajikan gerak yang sederhana, hentakan kaki dan tepuk tangan yang cenderung
menirukan gerak binatang dan alam.
Penyajian tari diiringi oleh
pengiring berupa nyanyian dan suara-suara kuat bernada tinggi. Masyarakatnya
juga sudah mengenal alat musik berupa nekara (gendang perunggu). Selebihnya,
juga sudah dikenal aksesoris untuk busana tari yang biasanya terbuat dari
bulu-bulu burung dan dedaunan.
2.
Seni Tari Zaman Hindu
Pada zaman ini, kesenian lebih
banyak dipengaruhi oleh peradaban dan kebudayaan dari India, tidak terkecuali
seni tari. Seiring dengan penyebaran agama Hindu dan Buddha di Indonesia, seni
tari mengalami perkembangan yang sangat pesat, bahkan telah memiliki
standarisasi atau patokan.
Natya Sastra karangan Bharata
Murni merupakan literatur seni tari pada masa itu. Buku tersebut menjelaskan
tentang adanya 64 motif gerak tangan mudra. Motif tersebut dibagi menjadi tiga,
diantaranya 24 motif yang terbentuk dari satu tangan, 13 motif dari kedua tangan,
serta 27 motif hasil kombinasi kedua motif tangan. Oleh karena sistem
pemerintahan pada zaman ini berbentuk kerajaan, maka lahirlah tari-tarian
istana yang berkembang dengan baik karena mendapat perhatian langsung dari
raja. Sejarah seni tari di masa kerajaan Hindu juga diabadikan melalui berbagai
peninggalan budaya berupa relief yang menghiasi candi-candi.
Ciri-ciri tari pada zaman Hindu,
diantaranya : gerakan tari mulai disusun secara sunguh-sungguh, pertunjukan
tari difungsikan, serta besarnya perhatian para penguasa terhadap seni tari.
Selain itu, tema yang diusung dalam tari mulai beragam karena banyak mengambil
tema dari cerita Mahabarata, Ramayana dan Panji.
3.
Seni Tari Zaman Islam
Karya seni tari peninggalan zaman
Hindu di Indonesia masih terpelihara dengan baik. Bahkan setelah masuknya Islam
ke Indonesia, tari sangatlah berkembang dengan ditandai munculnya beragam
varian karya tari. Sejarah seni tari pada masa Islam di Indonesia sangatlah
bervariasi yang juga bergantung pada dimana tarian tercipta.
Sebagai misal, di Aceh dan di
beberapa daerah Melayu seperti Riau, masing-masing memiliki keunikan tersendiri
meskipun tetap mengusung nuansa keIslaman. Lebih detail mengenai sejarah seni
tari di lingkup masyarakat Aceh, baca artikel Tari Aceh, sedangkan untuk tarian
Melayu bisa dimulai dari membaca Sejarah Tari Zapin.
Di Pulau Jawa, seni tari
berkembang dengan sangat baik, terutama dilingkup dua keraton Mataram,
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Surakarta Hadiningrat. Setelah perjanjian Giyanti
tahun 1755 menjadi saksi dimana Keraton Mataram terbagi menjadi dua,
selanjutnya ada perjanjian Jatisari.
Pada perjanjian Jatisari tahun
1756 ini ditentukan masa depan kedua kerajaan, termasuk dalam hal warisan
budaya Mataram. Kasunanan Surakarta memilih mengembangkan apa yang sudah ada.
Sementara itu, Kasultanan Yogyakarta memilih melestarikan tradisi yang ada,
khususnya tari klasik. Baca Tari Yogyakarta.
4.
Seni Tari Zaman Penjajahan
Masa penjajahan tidak begitu
berpengaruh pada seni tari di lingkungan istana. Di dua keraton Mataram, tarian
tetap terpelihara dengan baik. Hanya saja fungsinya sangat terbatas untuk
kepentingan upacara istana saja, seperti penyambutan tamu raja, perkawinan
putri raja, penobatan putra-putri raja, dan jumenengan raja. Contoh dalam budaya
Melayu, baca Tari Zapin Penyengat.
Lain di istana, lain juga dengan
tarian yang berkembang di masyarakat. Di kalangan rakyat biasa tari hanya
difungsikan untuk hiburan saja. Uniknya, penderitaan rakyat akibat penjajahan
turut menjadi ide untuk membuat karya seni bertemakan kepahlawanan. Dalam seni
tari, salah satu contohnya adalah Tari Glipang, tari tradisional Probolinggo,
Jawa Timur.
5.
Seni Tari Pasca Kemerdekaan – Sekarang
Setelah perkembangannya banyak
tersendat di masa penjajahan, seni tari kembali tumbuh subur di masa setelah
kemerdekaan. Beragam jenis tari difungsikan kembali, baik tari hiburan maupun
tarian upacara. Perkembangan yang sangat pesat, terutama terjadi pada tarian
sebagai hiburan.
Banyak sekolah-sekolah seni
didirikan, hingga semakin banyak pula bermunculan tari kerasi baru seiring
banyaknya koreografer-koreografer muda. Mereka senantiasa mewujudkan pembaruan
nilai artistik dan bentuk tari sebagai upaya menambah perbendaharaan karya
tari.
Sejak dulu, seni tari memiliki
peran penting dalam upacara kerajaan dan upacara masyarakat di Indonesia. Dapat
dilihat dari perkembangan seni dari dari zaman ke zaman.
Seni tari di Indonesia memiliki
sejarah yang panjang mulai dari zaman prasejarah, zaman Indonesia – Hindu,
zaman Indonesia – Islam, zaman penjajahan, dan zaman setelah Indonesia merdeka.
·
Zaman
Prasejarah
Sebelum lahirnya
kerajaan-kerajaan di Indonesia, bangsa-bangsa primitif di Indonesia percaya
akan daya magis dan sakral dari seni tari. Berbagai tarian tercipta berdasarkan
kepercayaan tersebut.
Beberapa tarian yang diciptakan
adalah, tari kesuburan tanaman, tari hujan, tari eksorsisme, tari kebangkitan,
tari perburuan, tari perang, dan lainnya.
Tarian tersebut diciptakan dengan
menirukan gerakan alam dan bersifat imitatif; contohnya seperti menirukan
gerakan binatang yang akan diburu.
Seni tari pada zaman prasejarah
umumnya dilakukan berkelompok.
·
Zaman
Indonesia Hindu
Pada zaman ini, seni
tari kebanyakan dipengaruhi oleh budaya dan peradaban India yang dibawa oleh
para pedagang. Penyebaran agama Hindu dan Buddha menjadi faktor utama kemajuan
seni tari pada zaman tersebut.
Para ahli sejarah percaya bahwa
pada zaman Indonesia Hindu, seni tari mulai memiliki standardisasi dan patokan.
Hal ini dikarenakan adanya literatur seni tari karangan Bharata Muni dengan
judul Natya Sastra. Buku ini membahas unsur gerak tangan mudra yang terdiri
dari 64 motif.
·
Zaman
Indonesia Islam
Seni tari pada
permulaan zaman Indonesia Islam hanya dilakukan oleh orang-orang yang datang
dari luar seperti Sudan, Ethiopia, dan lain-lain. Menari umumnya dilakukan pada
sebuah hari raya atau hari gembira lainnya.
Pada tahun 1755, di bawah
perjanjian Giyanti, kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua bagian yaitu,
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta.
Kedua kerajaan tersebut mulai
mengembangkan identitas diri mereka melalui karya seni tari yang dihasilkan.
Kedua kerajaan tersebut menghasilkan karya tari dengan gerakan dan penampilan
yang berbeda sebagai identitas masing-masing kerajaan.
·
Zaman
Penjajahan
Walaupun pada masa
penjajahan seni tari di Indonesia mengalami kemunduran dan tidak berkembang
karena suasana peperangan dan penjajahan, tetapi seni tari dalam istana masih
terpelihara secara baik.
Namun seni tari hanya dilakukan
untuk acara-acara penting seperti penyambutan tamu raja, perkawinan, dan
penobatan raja baru.
Salah satu karya tari yang
terinspirasi perjuangan rakyat pada zaman penjajahan adalah tari Prawiroguno.
Tari Prawiroguno adalah seni tari tradisional asal Jawa Tengah yang menggambarkan
prajurit Indonesia sedang berlatih dengan membawa senjata dan tameng sebagai
alat melindungi diri.
·
Zaman
Setelah Merdeka
Setelah Indonesia
merdeka, fungsi seni tari dalam masyarakat mulai berjalan kembali. Seni tari
kembali digunakan sebagai upacara adat dan upacara keagamaan.
Seni tari sebagai hiburan juga
terus berkembang.
Sekarang sudah mulai banyak
sekolah-sekolah dan tempat kursus yang mengajarkan seni tari sebagai salah satu
mata pelajarannya. Mulai banyak penggemar seni tari modern seperti dansa, tari
balet, break dance di Indonesia.
1 Komentar
Luar biasa kakaaaaaa
BalasHapus