Pada
pementasan tari topeng jenis ini, menggambarkan tentang seseorang yang memiliki
sifat angkara murka. Saat mementaskan tarian jenis ini penari memerankan tokoh
yang jahat. Dalam pementasan tarian ini mengandung pesan yaitu manusia harus
selalu berusaha agar mendapatkan kebahagiaan dan hidup di jalan yang benar.
Dan pada pementasan tari topeng kelana
ini memiliki pola lantai yang di gunakan dalam menari.
Pola lantai yang digunakan,
diantaranya :
1. kotak
(segi empat)
2. garis lurus
3. zig –
zag lurus segi empat
4. lingkaran
5. angka delapan
6. titik
Hal ini menunjukkan keperkasaan
(kekuatan), namun mempunyai rasa cinta kasih kepada sesama dan selalu ingat
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tari Topeng Klana Prawirosekti banyak
menggunakan Pola lantai lingkaran, karena Tari Topeng Klana Prawirosekti pada
dasarnya sakral (ritual).
Tari Topeng Klana Prawirosekti
menggunakan desain dramatic kerucut berganda, bagaikan mendaki gunung, yang
menanjak dengan berliku – liku, dan akhirnya kembali ke dasar lagi.
Ini menunjukkan semangat yang menggebu
– gebu (membara), namun akhirnya menyadari batas kemampuannya. Busananya
mayoritas berwarna merah, berarti menunjukkan keberanian.
Tari Topeng Cirebon
adalah salah satu tarian di tatar Parahyangan. Kesenian ini merupakan kesenian
asli daerah Cirebon, termasuk Indramayu, Jatibarang, Losari, dan Brebes. Di
Cirebon, tari topeng ini sendiri banyak sekali jenisnya, dalam hal gerakan
maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan oleh saru
penari tarian tunggal, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang.
Salah satu jenis tari topeng yang berasal dari
Cirebon adalah Tari Topeng Klana. Tarian ini merupakan semacam bagian lain dari
tari topeng cirebon lainnya yaitu Tari Topeng Kencana Wungu. Adakalanya kedua
tari Topeng ini disajikan bersama, biasa disebut dengan Tari Topeng Klana
Kencana Wungu.
Tari Topeng Klana merupakan rangkaian gerakan tari
yang menceritakan Prabu Minakjingga (Klana) yang tergila-gila pada kecantikan
Ratu Kencana Wungu, hingga kemudian berusaha mendapatkan pujaan hatinya. Namun
upaya pengejarannya tidak mendapatkan hasil
Kemarahan yang tak
bisa lagi disembunyikannya kemudian membeberkan segala tabiat buruknya.
Pada dasarnya, bentuk dan warna topeng mewakili
karakter atau watak tokoh yang dimainkan. Klana, dengan topeng dan kostum yang
didominasi warna merah mewakili karakter yang tempramental. Dalam
tarian ini, Klana yang merupakan orang yang serakah, penuh amarah, dan tidak
bisa menjaga hawa nafsu divisualisasikan dalam gerakan langkah kaki yang
panjang-panjang dan menghentak. Sepasang tangannya juga terbuka, serta
jari-jari yang selalu mengepal.
Sebagian gerak tarinya menggambarkan seseorang yang
gagah, mabuk, marah, atau tertawa terbahak-bahak. Tarian ini biasa dipadukan
dengan irama Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Pola pengadegan
tarinya sama dengan topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan
bagianngedok (tari
yang memakai topeng).
Tepat sebelum bagian akhir tarian ini, penari
biasanya berkeliling kepada tamu yang datang untuk meminta uang. Ia berkeliling
dengan mengasonkan topeng yang dipakainya sebagai wadah uang pemberian
penonton. Bagian ini disebut dengan Ngarayuda atau Nyarayuda, simbol dari raja
kaya raya yang masih tidak merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, hingga
terus merampas sebanyak-banyaknya harta rakyat kecil tanpa mempeduikan
hak-haknya.
Inilah kiranya yang menginspirasi Nugraha
Soeradiredja ketika menciptakan Tari Klana.
Sosok Rahwana dalam Tari Topeng Kelana
Tidak ada yang tahu pasti siapa
yang pertama kali menciptakan tari topeng kelana. Yang pasti, tari ini sudah
ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Hal tersebut salah satunya dibuktikan oleh
adanya catatan dalam Kitab Negara Kertagama yang menggambarkan Raja Hayam Wuruk
sedang menari dengan menggunakan topeng yang terbuat dari emas.
Berdasarkan
sumber tersebut, dahulu tari topeng kelana diyakini sebagai tari yang hanya
dipentaskan di dalam lingkungan kerajaan. Tari ini dibawakan oleh raja dan
hanya dipertontonkan kepada perempuan dalam lingkungan kerajaan, seperti para
istri raja, mertua, hingga ipar perempuan raja. Karenanya, dahulu tari topeng
kelana dinilai lebih bersifat spiritual daripada sebagai hiburan. Secara umum,
tari topeng kelana terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian baksarai dan
ngedok. Baksarai merupakan pementasan tari ketika belum mengenakan topeng,
sedangkan ngedok merupakan bagian saat para penari sudah mengenakan topeng.
Tari topeng kelana biasanya dipentaskan oleh laki-laki, tapi pakem tersebut
telah berubah.
Sejalan
dengan perkembangannya, kini perempuan juga banyak yang mementaskan tarian
topeng kelana. Tari topeng kelana biasa dipentaskan oleh 4-6 orang penari.
Gerakan dalam tari ini cenderung energik dan bersemangat, tapi tetap memerlukan
keluwesan untuk bisa mementaskannya. Dilihat dari gerakan dan topeng yang
dikenakan, tari ini merupakan penggambaran seseorang yang berperilaku buruk,
serakah, arogan layaknya tokoh Rahwana dalam pewayangan.
Banyak
yang percaya bahwa tari topeng kelana merupakan tari yang sudah ada di kalangan
istana raja-raja di Pulau Jawa sebelum kemudian berkembang di daerah Cirebon.
Di
kalangan masyarakat Cirebon, tari topeng kelana merupakan tari yang boleh
dipentaskan oleh siapa saja. Fungsi tari ini menjadi sarana hiburan. Dengan
iringan musik gojing yang meriah dan bersemangat, tari topeng kelana menjadi
pementasan yang ciamik untuk ditonton.
0 Komentar