Peran Tari Jaipong
adalah sebagai sarana komunikasi antar manusia, juga menjadi wahana untuk
menghibur masyarakat karena banyak budaya asing masuk ke Indonesia. Jaipongan
adalah jenis tarian sosial tradisional orang Sunda, Karawang, Jawa Barat, yang
sangat populer di Indonesia.
Sebuah kesenian karya
putra bangsa yang satu ini memang wajib kita akui sebagai salah satu karya
besar di bidang seni budaya.
Berikut fungsi tari jaipong:
Oleh karena itu, kita
dapat menyimpulkan bahwa fungsi tarian jaipong memiliki 2 fungsi sebagai
berikut:
Menjadi Hiburan Sekaligus Ajang Komunikasi
Beberapa
acara yang dimulai dari upacara adat hingga pentas seni membuat orang merasa
terhibur dengan keberadaan Jaipongan. Perkumpulan orang-orang di satu tempat
akan mudah untuk bertukar informasi dalam komunikasi.
Karena itu, seni yang
diperkenalkan oleh Gugum Gumbira kepada masyarakat Sunda bisa menjadi hiburan
yang menarik di tengah maraknya hiburan modern yang telah muncul.
Menjadi salah satu kesenian andalan dari Jawa
Barat
Sebagai kesenian andalan
Jawa Barat, Jaipongan dapat menjadi salah satu ikon untuk mempromosikan
kekayaan daerah di dunia luar, baik secara nasional maupun internasional.
Sebut saja Bandung
sebagai tempat pengembangan seni ini secara tidak langsung mendapat manfaat
besar dari nama tarian Jaipongan.
Tidak mengherankan
jika sejak tahun 90-an atraksi wisata di Bandung meningkat perlahan, sampai
batas tertentu hal ini disebabkan oleh keingintahuan masyarakat luar terhadap
daerah Bandung yang mengiringi nama tarian jaipong.
Makna Tari Jaipong
Secara umum, gerakan
di Jaipongan menggambarkan wanita Sunda saat ini yang energik dan tidak pantang
menyerah, ramah, genit, berani, mandiri, lincah, dan bertanggung jawab, tetapi
masih santun.
Ini secara langsung
mengubah stereotip lama tentang wanita Sunda yang cantik tapi malas. Parasit
cantik dan lekuk tubuh yang indah merupakan aset dan daya tarik yang akan
selalu menonjol dari para penari Jaipong.
Dari sini, itu
menyiratkan pesan bahwa di balik keanggunan dan kelembutan wanita Sunda, ada
juga keinginan untuk menjadi diri sendiri tanpa terhambat oleh sudut pandang
orang.
Tarian Jaipongan juga
berarti bahwa perempuan tidak harus selalu dinilai hanya dari luar berdasarkan
stereotip budaya lama yang telah melekat dengan bangsa ini.
Nilai Filosofi di Balik Tari Jaipong.
Tari Jaipongan
adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat.
Menurut catatan sejarah kebudayaan Indonesia tarian ini diciptakan oleh seorang
seniman berdarah Sunda bernama Gugum Gumbira pada tahun 1960-an. Awalnya sang
pencentus tari ini berkeinginan mengangkat kesenian rakyat yang memiliki nilai
jual, di samping itu Gumbira juga ingin menciptakan sebuah kesenian tradisional
yang dapat dipadukan dengan tarian kontemporer. Jaipongan merupakan tarian yang
tercipta dari kolaborasi berbagai macam gerakan seperti gerakan Tari Ketuk
Tilu, Tari Ronggeng, dan juga beberapa gerakan seni bela diri Pencak Silat.
Namun, dari sumber lain disebutkan bahwa pencipta gerakan dalam tarian
Jaipongan adalah H Suanda dan Gugum Gumbira hanyalah salah satu tokoh yang
memperkenalkan tarian ini kepada masyarakat luas di Indonesia.
Hampir di setiap acara seni pertunjukan tari yang
mengusung tema budaya Sunda, baik di dalam maupun luar negeri, Tari Jaipongan
seakan menjadi agenda wajib untuk dipertunjukkan. Selain dikenal dengan sebutan
Jaipongan, tarian ini juga merupakan kesenian tari yang berjenis tari
pergaulan. Keunikan gerakannya yang kemudian mendongkrak keberadaan Tari
Jaipong sebagai salah satu kesenian tradisional andalan dari Jawa Barat.
Meskipun populer dan sempat menjadi tren pentas
seni, Tari Jaipong juga pernah mengalami kontroversi di tengah masyarakat
Indonesia. Pro-kontra Tari Jaipongan berawal dari pendapat kritikus yang
menganggap tarian tradisional ini sebagai sebuah suguhan yang mengandung
erotisme karena mengeksploitasi lekuk tubuh perempuan. Terutama gerakan pinggul
dalam Jaipongan yang disebut-sebut mengundang gairah lelaki. Di mana hal
tersebut sangat bertentangan dengan citra yang dimiliki perempuan-perempuan
Sunda. Masyarakat Sunda mempercayai jika sosok ideal seorang perempuan sejak
lama adalah yang keibuan, berwibawa, kalem, penyabar, lembut, berkharisma, dan
ke semuanya sama sekali tidak tercermin dalam Tari Jaipongan yang menunjukkan
gerakan-gerakan atraktif dan dinamis.
Di samping itu semua, Jaipongan juga merupakan
sebuah sarana untuk menyampaikan kondisi suatu masyarakat dan budayanya. Tarian
ini cenderung dijadikan media untuk menyampaikan aspirasi yang mungkin sulit
diucapkan lewat perkataan. Jika perempuan begitu sulitnya menyatakan bahwa
mereka ingin keluar dari belenggu stereotype sosok
perempuan yang ideal, serta aturan mengikat yang membatasi ruang gerak, maka
mereka bisa mengaspirasikannyaa lewat gerakan, dan dalam tataran Sunda, gerakan
dalam Jaipongan lah yang bisa menyampaikannya.
Secara menyeluruh, gerakan dalam Jaipongan telah
menggambarkan perempuan Sunda masa kini yang enerjik, penuh semangat dan tidak
pantang menyerah, ramah, genit, berani, gesit dan lincah, namun tetap kuat dan
santun. Ini secara langsung mengubah stereotip lama soal perempuan Sunda
cantik-cantik tapi malas. Paras menawan dan lekuk tubuh yang indah merupakan
aset dan daya tarik yang akan selalu menonjol dari para penari Jaipong. Dari
hal tersebut tersirat sebuah pesan bahwa di balik keanggunan serta kelembutan
perempuan Sunda, terdapat juga keinginan untuk menjadi diri sendiri tanpa
terkekang oleh pandangan orang-orang. Tari Jaipongan juga memiliki makna bahwa
perempuan sebaiknya tak selalu dinilai hanya dari luar berdasar stereotype budaya lama yang telah melekat pada
bangsa ini.
0 Komentar